CFD merupakan instrumen yang rumit dan memiliki risiko tinggi kehilangan uang secara cepat karena adanya pengaruh leverage. 84% akun investor ritel mengalami kerugian saat melakukan kegiatan perdagangan CFD dengan penyedia ini. Anda harus mempertimbangkan apakah Anda memahami cara kerja CFD dan apakah Anda mampu menerima risiko tinggi kehilangan uang.

Prakiraan Harga Minyak Tahun 2022: Akankah Harga Tetap di Atas $100?

By Capital.com Research Team

05:00, 31 March 2022

Prakiraan Harga Minyak

Dalam beberapa jam setelah Rusia memulai operasi militer yang telah lama ditakuti terhadap Ukraina pada tanggal 24 Februari, harga minyak mentah global melonjak hingga di atas $100 per barel (bbl), level tertinggi sejak tahun 2014.

Tolak ukur internasional, Brent mencapai $90 per barel pada akhir bulan Januari karena meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina dan keseluruhan ketatnya pasar. Pada saat itu, analis memproyeksikan harga minyak menuju $100 dan itu benar. Ketika invasi terjadi minggu lalu, peristiwa tersebut mengguncang pasar minyak dan meningkatkan ketidakpastian perihal persediaan.

Artikel ini akan membahas dampak perang Rusia-Ukraina dan faktor lainnya terhadap prospek harga minyak dan proyeksi harga minyak terbaru dari analis untuk tahun 2022.

Analisis Harga Minyak 2022: Perang Rusia-Ukraina Menyebabkan Harga Melonjak

Harga minyak mentah tetap berkinerja kuat pada tahun 2021 dan memasuki beberapa minggu pertama tahun 2022. Kontrak berjangka Brent melayang di sekitar $79 per barel selama awal bulan Januari, sementara kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS memimpin di sekitar $76 per barel.

Harga minyak terus naik karena ketatnya persediaan, dengan produksi yang berjuang untuk memenuhi permintaan yang disebabkan oleh pemulihan global pasca-pandemi. Selama awal tahun, pasar juga gelisah karena Rusia terus membangun kekuatannya di sepanjang perbatasan Ukraina.

Kontrak berjangka minyak mentah Brent melonjak ke $90 per barrel untuk pertama kalinya dalam enam tahun pada tanggal 26 Januari setelah berita bahwa AS dan sekutunya NATO mengusulkan sanksi jika Rusia menginvasi Ukraina. WTI juga naik pada hari yang sama, diperdagangkan lebih $87 per barel. WTI melewati ambang batas $90 pada tanggal 4 Februari.

Hanya empat minggu kemudian, pada tanggal 24 Februari, harga Brent naik ke $105.79 per barel, level tertingginya sejak tahun 2014 ketika pasukan Rusia menembus perbatasan Ukraina.

Analisis harga minyak menunjukkan bahwa Brent naik hampir 14,82%, dan WTI melonjak 17,21% pada bulan Januari saja. Kontrak berjangka Brent telah naik 25,97% tahun ini, sementara WTI naik 26,69%.

Kontrak berjangka Brent menyentuh $100,12 per barel di perdagangan Asia pada hari Senin 28 Februari. Akan tetapi, setelah berita bahwa Uni Eropa, AS dan sekutu mereka pada hari Minggu sepakat untuk menghapus beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran internasional utama, SWIFT, harga turun menjadi $98,54 per barel.

Kinerja lima tahun minyak mentah Brent vs WTI

Prakiraan Harga Minyak Mentah: Ketidakpastian Persediaan

Persediaan pasar minyak yang rendah terus berlanjut hingga tahun 2022 karena OPEC+ (Organisation of Petroleum Exporting Countries) secara konsisten gagal memenuhi target hasil produksinya. Lambatnya pertumbuhan produksi minyak bertepatan dengan permintaan global yang meningkat dengan pesat karena kekhawatiran mengenai varian Omicron Covid-19 mereda.

Laporan Badan Energi Internasional pada bulan Februari memprakirakan bahwa permintaan minyak global ditingkatkan sebanyak 3,2 juta barel per hari pada tahun ini untuk mencapai 100,6 juta barel per hari karena pembatasan Covid berkurang.

Ketidaksesuaian penawaran-permintaan telah mengakibatkan penarikan terus menerus pada persediaan global. Menurut prakiraan jangka pendek Badan Informasi Energi AS pada tanggal 3 Februari, persediaan minyak global rata-rata 1,8 juta barel per hari dari kuartal ketiga tahun 2020 hingga akhir tahun 2021.

Konflik antara Rusia dan Ukraina meningkatkan kekhawatiran akan gangguan persediaan dari Rusia, produsen minyak terbesar ketiga di dunia.

Daniel Hynes dan Soni Kumari, commodity strategist di ANZ Research, mengatakan dalam sebuah catatan pada tanggal 24 Februari bahwa krisis Rusia-Ukraina sudah terjadi saat persediaan telah berkurang tajam karena pengurangan produksi OPEC+ hampir 8 juta barel per hari. Pengurangan itu sebagai tanggapan terhadap permintaan yang lemah selama pandemi.

Situasi saat ini kontras dengan pasar yang kelebihan persediaan selama perang Irak pada tahun 2003-2004 dan Perang Teluk pada awal tahun 1990-an.

Hynes dan Kumari mengatakan dalam catatannya: “Untuk pasar minyak, risiko untuk memasok juga lebih tinggi secara signifikan daripada supply shock sebelumnya. Ketika perang Irak, hanya 1,4 juta barel per hari yang terancam, setara tepat di bawah 2% dari persediaan global. Hal itu lebih tinggi ketika Perang Teluk, yang berdampak pada produksi Irak dan Kuwait, pada saat itu menghasilkan sekitar 5% dari persediaan global.
“Rusia saat ini memproduksi sekitar 10% dari persediaan dunia dan telah menjadi anggota utama aliansi OPEC+ yang telah membantu menstabilkan pasar selama dua tahun terakhir.”

Krisis Rusia-Ukraina bukan satu-satunya sumber ketidakpastian persediaan. Pembahasan untuk membawa kembali kesepakatan nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar dunia yang telah berlangsung sejak bulan November tahun lalu, mungkin penting untuk mengamankan persediaan tambahan karena mereka dapat mencabut sanksi terhadap Iran dan minyaknya.

“Produksi sebagian besar ladang warisan Iran meningkat dengan cepat dalam 3-6 bulan dan secara teoritis meningkatkan hasil produksi negara lebih dari 1,5 juta barel per hari dari kapasitas yang tidak digunakan,” ujar tim Oil Market di Rystad Energy kepada Capital.com.
“Selain perkembangan bidang baru, kami pikir Iran bisa mengembalikan kapasitas penggunaan penuh sebanyak 4,2 juta [barel] minyak dan menyewa produksi kondensasi pada kuartal kedua 2022."

Risiko Sanksi Terhadap Ekspor Minyak Rusia

Sejauh ini tidak ada tanda-tanda gangguan persediaan di Rusia setelah invasi, tetapi harga melonjak karena ekspektasi sanksi dapat memangkas ekspor minyaknya.

Namun, beberapa analis percaya sanksi semacam itu tidak mungkin terjadi, mengingat peran signifikan yang dimainkan negara itu dalam persediaan energi global. Reuters telah melaporkan pejabat AS dengan mengatakan bahwa sanksi terhadap ekonomi Rusia tidak akan menargetkan ekspor energi negara itu. 

 

Menurut analis dari ANZ Research, salah satu alasan optimisme seperti itu adalah setelah bertahun-tahun investasi kurang dimanfaatkan dan dikurangi, OPEC sudah berjuang untuk memenuhi peningkatan hasil produksi bulanan sebanyak 400.000 barel per hari yang disepakati pada bulan Juli 2021. Menanggung kekurangan yang disebabkan oleh sanksi terhadap Rusia akan menjadi perjuangan yang sesungguhnya.

Oil - Brent

76.25 Price
+2.560% 1D Chg, %
Biaya inap posisi Long -0.0094%
Biaya inap posisi short -0.0125%
Waktu biaya inap 21:00 (UTC)
Spread 0.04

Gold

1,948.36 Price
-1.480% 1D Chg, %
Biaya inap posisi Long -0.0185%
Biaya inap posisi short 0.0103%
Waktu biaya inap 21:00 (UTC)
Spread 0.30

Natural Gas

2.21 Price
+1.050% 1D Chg, %
Biaya inap posisi Long -0.1406%
Biaya inap posisi short 0.1187%
Waktu biaya inap 21:00 (UTC)
Spread 0.005

Silver

23.64 Price
-1.100% 1D Chg, %
Biaya inap posisi Long -0.0185%
Biaya inap posisi short 0.0103%
Waktu biaya inap 21:00 (UTC)
Spread 0.032

Hynes dan Kumari memperhitungkan bahwa OPEC gagal memenuhi ekspektasi lebih dari tiga juta barel per hari sejak kesepakatan OPEC+ pada bulan Juli lalu.

Selain itu, bank sentral dan pemerintah di seluruh dunia memerangi inflasi yang sebagian disebabkan oleh naiknya harga bensin. Pada bulan November tahun lalu, AS dan beberapa negara konsumen minyak utama sepakat untuk melepaskan cadangan minyak strategis mereka dengan bertahap sebagai bagian langkah untuk mengurangi harga. Sanksi apa pun terhadap Rusia bisa menyebabkan biaya energi melonjak lebih lanjut.

Kami melihat kemungkinan sanksi yang dikenakan pada minyak mentah Rusia relatif rendah,” ujar analis ANZ

Rusia mengekspor 7,8 juta barel minyak per hari pada tahun 2021, yang mana minyak mentah dan kondensat menyumbang sebanyak 64%, menurut data IEA. Produk minyak, termasuk gasoil, bahan bakar minyak dan bahan bakar jet merupakan sisa 36%nya.

Perusahaan konsultan, Wood Mackenzie, melihat perlambatan dalam pembelian minyak mentah Rusia, tetapi tidak mengharapkan hal tersebut bertahan lama. Menurut data perusahaan, sekitar setengah dari 4,6 juta barel ekspor minyak mentah Rusia ke Barat.

“Untuk jangka panjang, kami tidak berharap negara-negara konsumen menghindari minyak Rusia, mengingat ekspornya melangkah ke pasar terbuka yang sepadan tidak memerlukan hubungan dekat antar negara,” ujar Wood Mackenzie dalam pernyataan pada tanggal 25 Februari.

Namun, keputusan oleh Barat untuk menghapus beberapa bank Rusia dari SWIFT pada hari Minggu telah membarui kekhawatiran akan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.

"Risiko sanksi yang meningkat telah mengurangi selera banyak orang di industri untuk berkomitmen pada minyak Rusia ... Selain itu, tingkat risiko dari bank untuk membiayai trading komoditas Rusia tampaknya sangat berkurang, dengan beberapa bank menangguhkan pembiayaan untuk bisnis ini. ," ujar ING dalam sebuah catatan pada hari Senin.

Prakiraan Harga Minyak Tahun 2022: Pandangan Analis

Dikarenakan krisis Rusia-Ukraina masih berkembang, para analis berhati-hati perihal ekspektasi mereka untuk harga minyak.

"Pada titik ini, tidak ada faktor lain yang akan membawa banyaknya beban psikologis untuk mengimbangi dampak agresi Rusia di Ukraina. Maka dari itu, sentimen pasar akan tetap bullish,” ujar Osama Rizvi, seorang analis energi dan analis ekonomi di Primary Vision Network kepada Capital.com

Prediksi harga barel minyak akan tergantung pada situasi dengan konflik Rusia-Ukraina dan hasil pembahasan nuklir Iran, ujarnya.

Osama Rizvi, analis energi dan analis ekonomi di Primary Vision Network

UBS menyediakan dua skenario untuk prakiraan harga minyak Brent. Skenario baiknya memiliki target harga minyak mentah Brent sebesar $115 hingga $130 per barel pada bulan Desember 2022.

“Peristiwa politik yang tidak stabil di kawasan penghasil minyak seperti Libya, Venezuela, Nigeria, dan Timur Tengah dapat memicu penurunan tajam persediaan untuk periode yang berkelanjutan. Pemulihan permintaan minyak yang lebih cepat dari perkiraan karena mobilitas meningkat, dan respon produksi yang lebih lambat (yakni, peningkatan) dari AS dan OPEC+ juga akan mendukung," ujar UBS dalam catatan kepada para analis.

Skenario buruknya, UBS mengharapkan Brent akan turun kembali ke sekitar $60–$85 per barel pada bulan Desember 2022. Bank investasi mengutip beberapa risiko penurunan, termasuk kelanjutan gejolak Covid-19 yang dapat menyebabkan pembatasan baru yang akan membebani pemulihan permintaan minyak. Penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2022 dan aliansi OPEC+ yang mengembalikan produksi terlalu cepat juga menjadi faktor dalam prakiraan ini.

Prakiraan minyak mentah Brent dari ANZ Research adalah rata-rata $86,80 per barel, naik dari $71,10 pada tahun 2021. Menurut prakiraannya untuk WTI, minyak mentah AS bisa berada di rata-rata $83,90 per barel pada tahun 2022, naik dari $68,20 per barel pada tahun 2021.

Prakiraan Harga Minyak Untuk Jangka Panjang: Target Untuk Tahun 2023, 2025 dan 2030

Prediksi harga minyak dari Rystad Energy di masa mendatang, menunjukkan tekanan terhadap harga turun pada tahun 2023 karena persediaan dan permintaan seimbang. Namun, ada risiko yang naik jika eskalasi harga saat ini berlangsung lebih lama dari yang diantisipasi.

“Kami melihat kenaikan harga pada tahun 2024, tetapi ketika kami mendekati puncak permintaan minyak pada tahun 2025, maka kami dapat melihat kembali pasar yang kelebihan persediaa,” ujar tim Oil Market dari Rystad Energy kepada Capital.com.

Berdasarkan prakiraan dari ANZ Research, Brent diperdagangkan di rata-rata sebesar $86,20 per barel pada tahun 2023, sedikit turun dari prakiraan sebesar $86,80 per barel untuk tahun 2022. WTI diprediksi akan naik ke $85,10 pada tahun 2023, dibandingkan dengan prakiraan sebesar $83,90 per barel tahun ini.

Menurut Energy Outlook 2021 dari EIA, Brent bisa memiliki harga nominal sebesar $66 per barel pada tahun 2025, sedangkan minyak mentah WTI dapat diperdagangkan di $64 per barel. Prakiraan harga minyak dari organisasi ini untuk tahun 2030 menetapkan harga di rata-rata sebesar $89 per barel untuk Brent dan $86 per barel untuk tolak ukur WTI.

Prakiraan harga minyak mentah

Ketika mencari prediksi harga minyak, penting untuk diingat bahwa prakiraan analis bisa salah. Hal ini karena proyeksi mereka berdasarkan pada studi fundamental dan teknis dari pergerakkan harga historis komoditas minyak WTI dan Brent. Akan tetapi, kinerja masa lalu bukanlah jaminan return di masa depan.

Penting untuk melakukan riset pribadi dan selalu ingat bahwa keputusan Anda untuk melakukan trade bergantung pada bagaimana Anda menyikapi berbagai risiko yang mungkin muncul, keahlian Anda di pasar kripto, penyebaran portofolio investasi Anda, dan seberapa nyaman Anda dalam menghadapi resiko kehilangan uang. Jangan menginvestasikan uang yang Anda tidak mampu kehilangannya.

FAQ

Apakah minyak mentah merupakan investasi yang bagus?

Berinvestasi dalam minyak memiliki risiko, dan tidak ada jaminan kesuksesan finansial. Invasi Rusia ke Ukraina telah menaikkan harga minyak di atas $100. Namun, kutipan analis dalam artikel ini tetap berhati-hati mengenai prospek harga mereka karena volatilitas komoditas yang disebabkan oleh krisis saat ini. Apakah minyak merupakan investasi yang cocok untuk portofolio Anda, tergantung pada keadaan dan toleransi risiko pribadi Anda. Seperti biasa, Anda harus melakukan penelitian Anda sendiri dan mengevaluasi tingkat risiko yang siap Anda ambil sebelum membuat keputusan investasi apa pun.

Akankah harga minyak naik atau tidak?

Analis dalam artikel ini mempertahankan prospek yang berhati-hati untuk harga minyak karena volatilitas yang dipicu oleh krisis Rusia-Ukraina. Osama Rizvi dari Primary Vision Network memprakirakan harga minyak mentah bisa jatuh ke $80 per barel jika perang Rusia-Ukraina mereda dan pembahasan nuklir Iran berhasil. Namun demikian, jika ketegangan terus meningkat, tidak ada batasan untuk keadaan sebaliknya.

Akankah minyak naik lebih $105 per barel?

Uraian pandangan analis di atas menunjukkan hal itu akan tergantung pada bagaimana krisis Rusia-Ukraina berjalan dan hasil negosiasi untuk membawa kembali kesepakatan nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar.

Related topics

Rate this article

Related reading

Capital Com is an execution-only service provider. The material provided on this website is for information purposes only and should not be understood as an investment advice. Any opinion that may be provided on this page does not constitute a recommendation by Capital Com or its agents. We do not make any representations or warranty on the accuracy or completeness of the information that is provided on this page. If you rely on the information on this page then you do so entirely on your own risk.

Masih mencari broker yang bisa Anda percayai?

Bergabung dengan 535.000+ trader di seluruh dunia yang telah memilih trading bersama Capital.com

1. Buat & verifikasi akun Anda 2. Lakukan deposit 3. Temukan trading Anda